Kamis, 21 April 2011

FILSAFAT MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA


FILSAFAT MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
Sumber: Kuliah oleh Bapak Marsigit
Munculnya matematika pertama kali adalah berawal dari pemikiran bangsa Babilonia Kuno (Peradaban Mesir) terhadap fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari mereka. Fenomena tersebut menjadi awal munculnya berbagai permasalahan matematika yang menuntut untuk dicari penyelesaiannya. Pada peradaban yang lebih muda yaitu peradaban Yunani, manusia mulai memikirkan kenyataan bahwa matematia adalah suatu ilmu yang diperoleh dari hasil abstraksi dan idealisasi sehingga munsul berbagai rumus-rumus matematika yang juga tersaji dalam bukti-bukti matematika.
Uraian tentang permulaan matematika dan pengembangannya masih termasuk dalam ruang pikiran dan jangkauan manusia. Di sisi lain, di alam transenden terdapat noumena sebagai sesuatu diluar fenomena sebagai sesuatu yang sangat jauh dari jangkauan pikiran manusia. Di alam transenden tersebut, manusia orang memperoleh analisis bahwa ternyata segala sesuatu adalah tetap dan berubah. Permenides adalah tokoh yang menyatakan bahwa dunia itu tetap, sedangkan Heraclitos menyatakan yang berkebalikan. Termasuk matematika juga dapat dipandang sebagai ilmu yang tetap dan sekaligus ilmu yang berubah terikat ruang dan waktu.
Dalam kaitannya memperoleh hakekat tentang matematika, muncul berbagai pertanyaan mengenai system, struktur, bangunan serta pondamen matematika. Matematika sebagai ilmu yang lahir dari pemikiran manusia adalah sangat tergantung dari pondamen pikir seseorang. Seseorang yang memulai segala sesuatu dengan mempercayai adanya awal, maka ia disebut kaum foundamentalist, sedangkan orang yang hanya menggunakan dasar intuisi sebagai awal aktifitas pikirnya disebut sebagai kaum intuisionist.
Seiring berjalannya waktu, manusia semakin ingin mengerti tentang matematika dan hakikatnya. Mereka melakukan pemikiran yang lebih lanjut mengenai sifat matematika, apakah tunggal, atau plural, relatif ataukah absolut. Pemikiran yang lebih lanjut tersebut berarti berpikir dengan cara ekstensif (luas seluas-luasnya) dan intensif (dalam sedalam-dalamnya). Dengan adanya pemikiran yang intensif dan ekstensif tersebut, muncul ilmu filsafat matematika sebagai ilmu yang berisi tentang penjelasan segala sesuatu dalam matematika. Terdapat 3 hal penting yang ada dalam filsafat yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Matematika murni sebagai ilmu yang berasal dari transendental pikiran dan terbebas dari ruang dan waktu menjadikannya berbeda dengan matematika sekolah yang bersifat sosio-konstruktivis yang memiliki pondamen fenomena dalam pendidikan matematika. Pure Mathematics menurut Hilbert bersifat formal dan aksiomatis. Hukum yang ada dalam pure mathematics konsisten, absolute, tunggal, identitas, Rigor (apodiktif), serta koheren (kebenaran berdasar pada logika pikir). Sedangkan The Nature of Scool Mathematics adalah matematika yang bersifat terikat ruang dan waktu sehingga menjadikannya bersifat  relatif, plural, kontradiktif, serta korespondensi (kebenaran berdasar dari pengalaman nyata).
Matematika sekolah yang berperan penting dalam pendidikan di tingkat SD, SMP ataupun SMA sangat beragam dan kaya akan variasi kebenaran menurut ruang dan waktu. Digambarkan pada matematika muni bahwa 2+3=5, tetapi dalam kenyataannya 2 buku+ 3 pensil tidak bisa lantas dijumlahkan sehingga menghasilkan sesuatu yang bernilai 5. Hal ini sebagai contoh bahwa konteks pembicaraan serta penalaran adalah hal yang sangat penting dalam matematika sekolah.
Dalam masa sekarang, matematika sekolah dianggap sebagai subkelas dari matematika murni. Padahal matematika murni dan matematika sekolah adalah 2 hal yang berbeda dan memiliki ranah tersendiri. Matematika murni lebih mengarah pada pengembangan ilmu murni matematika serta keterampilan pembuktian matematis, sedangkan matematika sekolah adalah bagaimana cara berkehidupan dengan matematika. Walaupun matematika murni dan matematika sekolah berbeda, tetapi pada dasarnya mereka masih tetap menggunakan ilmu dasar matematika dalam pengembangannya masing-masing. Maka tidaklah mengherankan apabila matematika sekolah di Indonesia saat ini adalah belajar bermatematika murni, kemudian di transformasi ke dalam matematika sekolah.
Fenomena kesenjangan antara matematika murni dan pendidikan matematika dapat dilihat dari kenyataan bahwa terdapat perbedaan antara berbagai universitas besar di Indonesia yaitu seperti UGM, IPB, ITB, dan UI dengan universitas pendidikan seperti UNY, IKIP, UAD dan lain-lain. Selain itu, banyak terjadi ketimpangan dalam matematika di sekolah SD, SMP dan SMA karena pejabat-pejabat yang memegang peranan penting di direktorat pendidikan matematika nasional adalah orang-orang dari matematika murni. Mereka berusaha membuat program untuk matematika sekolah dengan meraba-raba permasalahan yang ada. Hal ini akan menjadi sangat merugikan perkembangan matematika sekolah karena terdapat banyak program yang tidak sesuai dengan tujuan pendidikan matematika.
Fenomena ketimpangan dalam hubungan matematika sekolah dan pendidikan nasional tersebut kemudian menjadikan lahirnya butir-butir revolusi pendidikan matematika yang termuat dalam elegi ‘Surat Terbuka untuk Presiden’. Dalam revolusi tersebut dibahas mengenai permasalahan pendidikan matematika beserta penyelesaian yang sesuai. Hal ini juga dapat dipandang sebagai sebuah ungkapan kecewa atas kenyataan buruknya pendidikan matematika di Indonesia.
Dalam sebuah bahasan dalam pendidikan matematika realistic (Realistic Mathematics Education) terdapat sebuah ilmu mengenai proses belajar matematika. Fenomena gunung es sebagai model proses ini adalah menggambarkan transformasi belajar matematika dari benda konkrit (untuk level SD) menuju skema (level SD dan SMP) menuju model (level SMP dan SMA) kemudian menjadi abstrak atau formal (level SMA dan PT). Dari permodelan gunung es tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa ternyata belajar matematika pada awalnya memerlukan pendekatan menggunakan benda-benda konkrit serta contoh nyata. Kelakuan belajar matematika ini sering kali kurang sesuai dengan kurikulum serta kebijakan pemerintah yang ada. Hal inilah yang membuat pendidikan matematika Indonesia kurang berkembang dan maju tak seperti pada negara-negara lain yang memberikan proporsi yang sesuai antara perkembangan dan wewenang matematika murni dan matematika sekolah.
Kesimpulan dari seluruh uraian tersebut adalah dalam perjalanan mengembangkan matematika, kita perlu mengingat ruang dan waktu dalam rasa kesadaran menjalankan segala sesuatu dan bertindak serta memahami hakekat dan proporsi yang sesuai dengan apa yang sedang dihadapi. Pendidikan matematika sebagai matematika yang dekat dengan matematika sekolah dan realistik matematika dapat dikembangkan dengan baik hanya oleh orang-orang yang berkompeten dalam pendidikan matematika, bukan oleh orang-orang yang berkompeten dalam matematika murni. Hal ini karena sifat dasar serta hukum yang dianut dalam matematika murni dan matematika sekolah berbeda.

Demikian uraian mengenai materi kuliah oleh Bapak Marsigit yang disampaikan pada pukul 13.00-14.30 pada tanggal 21 April 2011 di FMIPA UNY.

Rabu, 13 April 2011

MENGGAPAI PEMAHAMAN TERHADAP DUNIA


Kuliah oleh Bapak Marsigit
Seseorang dalam kehidupan di dunia selalu berhubungan dengan berbagai fenomena dan realitas yang ada. Proses seseorang dalam memahami dunia adalah proses abstraksi. Fenomena dan seluruh kejadian di dunia di sintetiskan dalam pikiran manusia melalui proses abstraksi ini. Hasil dari proses abstraksi adalah sebuah terjemahan dari obyek yang dipikirkan. Dalam hal ini dicontohkan jika seseorang ingin memahami dunia dengan cara menganalogikan dunia merupakan satu titik saja, maka akan sangat tidak lengkaplah dunia yang terbentuk nantinya. Dunia dari sebuah titik akan menjadi berkembang jika titik sebagai obyek berpikir itu  juga dikenakan sifat ruang dan waktu. Titik dapat dipandang sebagai sebuah garis lurus jika ditarik terus menerus, titik dapat berupa lingkaran jika di rotasikan dengan besaran dan arah yang sama, begitu juga titik dapat menjadi apa saja. Contohnya adalah bangun-bangun ruang yang ada di dunia.
Manusia untuk menerjemahkan dunia memerlukan suatu metode analogi. Menganalogikan fenomena yang terjadi dengan sesuatu yang lain yang telah lebih dulu dimengerti. Terkadang banyak sekali suatu fenomena yang dianggap ganjil oleh sebagian orang. Hal ini di kerenakan orang-orang tersebut tidak dapat menerima fenomena tersebut sebagai suatu analogi dari fenomena biasa yang lain.
Dalam falsafah kehidupan orang timur, khususnya orang Jawa, di katakana bahwa mereka menganut budaya yang kemudian mudahnya saya sebut ‘keumuman’. Seperti apa budaya tersebut dapat dianalogikan seperti suatu kurva normal dalam statistika. Dalam kurva normal, suatu titik dikatakan memiliki nilai ketepatan dan kebenaran jika titik tersebut ada dibawah kurva normal dan tidak masuk dalam daerah penolakan keputusan, yaitu lebih dari standar deviasi di ujung sisi kanan dan kiri. Seperti dalam kurva normal, kehidupan orang jawa yang dianggap benar dan tepat adalah pada saat ia termasuk dalam keadaan yang sama dengan orang lain pada umumnya. Sedangkan seseorang dikatakan ganjil atau tak benar jika ia menyimpang dari perilaku orang lain secara umum.
Orang-orang yang tergolong bermasalah atau tidak benar secara umum harus diberi perlakuan khusus yaitu diberi ruwatan (istilah Jawa). Ruwatan adalah semacam penjelasan yang dilakukan agar terhindar dari malapetaka atau musibah. Ruwatan dalam waktu yang lalu, dilakukan dengan cara mengadakan pagelaran wayang semalam suntuk ataupun sesaji. Dalam waktu yang sekarang, orang-orang modern memelajari bahwa ternyata ruwatan dapat diganti dengan doa serta ikhtiar serta berbaik sangka dengan apa yang akan terjadi kemudian. Pada saaat inilah ruwatan dengan cara menggelar wayang serta sesaji hanya merupakan budaya serta adat daerah saja.
Filsafat sebagai ilmu yang obyeknya juga merupakan fenomena kehidupan, berperan sebagai bahasa untuk menterjemahkan fenomena tersebut. Filsafat juga merupakan ilmu yang digunakan untuk mengubah mitos menjadi logos. Seperti contohnya mitos harus melakukan ruwatan dengan cara wayangan dan sesaji diganti dengan logos bahwa yang terpenting adalah berikhtiar dan tawakal untuk mencegah malapetaka datang.
Dalam pikiran manusia, terdapat berbagai bagian yang saling berkaitan. Manusia memiliki kategori sebagai alat untuk memilah-milah sesuatu berdasar sifatnya. Kategori dalam pikiran manusia terdiri dari relasi (hubungan), kategori, kuantitatif, serta kualitatif. Manusia menggunakan 2 cara untuk mengabstraksi sesuatu ke dalam pikirannya, yaitu submerge dan superserve. Submerge adalah istilah yang dikenakan pada pengambilan obyek abstraksi dari suatu a priori, analitik, logika dan rasio. Sedangkan superserve dikenakan pada pengambilan obyek asbstraksi dari suatu yang nyata, konkrit, fisik, ataupun sintetik. Kategori dalam pikiran manusia berbeda-beda, hal ini dikarenakan pengalam dan ilmu setiap orang tidak sama. Dengan adanya perbedaan kategori inilah, sering kali timbul permasalahan ketidak cocokan pendapat ataupun sifat. Ketidak cocokan ini juga merupakan suatu fenomena yang terjadi di dunia dan memerlukan penjelasan lebih lanjut.
Peran filsafat dalam kehidupan manusia sangatlah penting. Filsafat sebagai bahasa penerjemah serta penuntun dati mitos ke logos. Filsafat mengajak orang agar tidak terjerumus pada sesuatu yang bodoh dan tak berguna. Dengan mempeelajari filsafat, diharapkan dapat memahami dunia dan segala isinya dengan lebih baik lagi.