Sabtu, 28 Mei 2011

REFLEKSI KULIAH FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA


REFLEKSI KULIAH FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA
Oleh Bapak Marsigit

Dalam kuliah filsafat pendidikan matematika pertemuan terakhir, dibahas mengenai rangkuman singkat kuliah filsafat yang telah berlangsung pada semester 6. Secara singkat filsafat dapat diartikan sebagai  bagaimana cara berbicara mengenai hakekat dan makna dari segala sesuatu. Filsafat sebagai salah satu ilmu memiliki cabang lagi yaitu salah satunya filsafat pendidikan matematika. Obyek yang menjadi bahasan filsafat umum adalah segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada. Sedangkan obyek filsafat pendidikan matematika adalah segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada dalam pendidikan matematika.
Dalam berfilsafat, terdapat proses menjelaskan, dijelaskan, dan mentransformasi segala obyek filsafat. Dalam melakukan seluruh proses tersebut, seseorang perlu mempunyai dasar keikhlasan yang kuat agar tidak terjerumus pada suatu pencapaian yang salah. Hasil olah pikir sebagai pencapaian dalam berfilsafat tersebut akan sangat berpengaruh pada karakter seseorang. Jika seseorang tidak berhati-hati dalam berfilsafat, maka dikhawatirkan justru menimbulkan kekacauan pikiran dan hati.
Filsafat mempelajari bagaimana cara menempatkan diri sendiri dan menghilangkan arogansi dalam berfilsafat. Arogansi dapat menjadi titik awal kesombongan dalam berfilsafat yang sangat berbahaya. Penyakit dalam berfilsafat adalah sombong, parsial, dan tak sadar ruang dan waktu. Hal inilah yang harus dihindari dalam berfilsafat. Sebagai contoh kesombongan adalah tidak bisa berbicara sesuai kapasitas diri dan hanya bisa melebih-lebihkan. Dalam berfilsafat, berbicara sesuai kapasitas pun sangat memerlukan perjuangan, dan sangat sulit untuk selalu melakukannya, sehingga setiap orang mempunyai resiko berlaku sombong dalam berfilsafat. Itulah sebabnya mengapa harus selalu memiliki pondamen hati yang kuat sebelum berfilsafat.
Kesadaran ruang dan waktu sangat penting dalam filsafat umum, begitu juga dalam filsafat pendidikan matematika. Kesadaran menjadikan seseorang memiliki kekuatan untuk dapat mengelola adanya resiko, tantangan, dan harapan dalam hidup. Selain itu, tanpa adanya kesadaran ruang dan waktu seseorang tidak akan mampu berpikir jernih dan menemukan pure reason dalam dirinya. Pure reason dalam diri manusia adalah sifat positive thinking yang menjadi awal pemikirannya. Sifat ini sangat penting dalam proses berfilsafat agar mampu berpikir jernih dan tidak salah jalan.
Dalam pendidikan matematika saat ini, kenyataan bahwa adanya standar isi dalam proses pembelajaran matematika menjadi kontradiksi yang memerlukan pemecahan. Standar isi yang dinilai sebagai tolok ukur materi yang disampaikan terkadang justru dapat diartikan sebagai hasil akhir yang harus ada setelah proses pembelajaran selesai. Hal ini menunjukkan bahwa dalam kasus ini standar isi bersifat statis dan dalam setiap levelnya tidak berkembang. Guru dan siswa tidak diberi kebebasan dalam mengajar dan belajar mengenai segala sesuatu tentang matematika. Padahal, matematika itu sendiri memiliki sifat dinamis dan maju, serta tidak hany terpacu pada suatu batas tertentu.
Dalam opininya, Bapak Marsigit menyatakan bahwa akan lebih baik jika siswa mengacu pada string of mathematics learning yaitu standar belajar matematika yang selalu berkembang dan dinamis. Dalam string of mathematics learning siswa belajar matematika sesuai kapasitas diri masing-masing dan hasilnya tak terbatas pada sesuatu yang statis untuk setiap individunya. Hal inilah yang menyebabkan siswa dapat merasa menyatu dengan matematika dan bukan hanya sekedar mempelajari matematika demi tuntutan guru dan orang tua, serta mereka akan merasa memiliki matematika sebagai salah satu kekayaan ilmu dalam pikirannya masing-masing. Selain itu, dengan adanya pembelajaran matematika dengan acuan string of mathematics learning maka akan dapat mengembangkan ilmu matematika menjadi ilmu yang kaya akan ide-ide ilmuannya.
Dalam dunia pendidikan, telah ada pendidikan karakter yang salah satu tujuannya adalah untuk mengembangkan karakter positif individual siswa yang dinilai masing-masing siswa tidak sama. Karakter dalam diri siswa dapat dikembangkan dengan cara guru menjadi fasilitator yang baik dalam proses belajar-mengajar, yaitu dengan cara menjalin komunikasi dua arah yang berkualitas dan positif.
Dalam komunikasi harus selalu terdapat komunikasi normatif dan spiritual yang baik sebagai komunikasi yang lengkap dalam diri setiap orang. Komunikasi normative dilakukan dari manusia kepada manusia yang lain, sedangkan komunikasi spiritual dilakukan kepada Tuhan. Dalam proses berkomunikasi normative, seseorang sangat perlu mempertahankan komunikasi spiritualnya sehingga dapat selalu mengarah pada komunikasi yang positif serta bermanfaat. Komunikasi yang positif dan bermanfaat inilah yang nantinya akan sangat dibutuhkan dalam proses belajar mengajar oleh guru dan siswa.
 Dalam kehidupan manusia, maka manusia tak akan terlepas dari filsafat. Karena filsafat adalah diri manusia. Filsafat adalah pikiran manusia. Filsafat juga merupakan gejala dan fenomena dalam kehidupan manusia. Dalam kehidupannya pula, manusia dihadapkan pada proses transformasi dunia yang harus ia lakukan setiap saat. Transformasi tersebut dapat digambarkan dalam berbagai sumbu yang merentang dalam kehidupan manusia. Manusia selalu bergerak-gerak dan menentukan posisinya masing-masing dalam berbagai sumbu tersebut. Hal ini tentunya akan menjadi suatu pilihan hidup dan akhirnya menjadikan karakter individu masing-masing.
Dalam filsafat pendidikan matematika, transformasi dilakukan oleh guru dan siswa. Dalam melakukan transformasi dunia, setiap siswa akan berbeda dalam posisi dan hasilnya. Ada berbagai sumbu pula dalam transformasi pendidikan matematika, yaitu contohnya mengerti dan tidak mengerti, kreatif dan tidak kreatif, dinamis dan statis, dan lain-lain. Siswa sebagai individu yang mengembangkan matematikanya sendiri juga bergerak-gerak dalam berbagai sumbu tersebut dan tugas guru adalah membimbing agar siswa dapat menempati posisi terbaik dalam setiap sumbu transformasi pendidikan matematika.
Penerapan filsafat dalam pendidikan matematika sangat banyak dan penting. Hanya saja terkadang seseorang tidak menyadari bahwa ia telah berfilsafat. Contoh penerapannya adalah jika kita akan menuliskan  maka proses pertama adalah kita menuliskan  lalu menuliskan . Hal ini adalah two oneness yaitu dalam menuliskan  maka akan lebih memperhatikan yang sedang ditulis, tetapi juga tetap menghiraukan  sebagai yang sudah ditulis sebelumnya. Selanjutnya yang dimaksud three oneness adalah ketika menuliskan  maka akan tetap memperhatikan 2 hal sebelumnya yaitu dan . Demikian seterusnya sehingga bahkan ada multiple oneness. Contoh penerapan filsafat yang lain adalah:

-          = 0 memiliki arti a sebagai suatu potensi dan tak hingga sebagai intensitas serta 0 sebagai habis atau hilang.
Hal ini bermakna dalam kehidupan manusia dan dalam pengembangan potensi yang dimiliki, terkadang manusia memiliki kesalahan. Kesalahan tersebut dapat berupa kesalahan yang besar ataupun kecil. Tanpa menghiraukan besar kecilnya kesalahan dan dosa, maka permohonan yang ikhlas dan terus menerus akan menghapuskan dosanya dan menjadi suci kembali.

-           memiliki arti  sebagai potensi ataupun derajad manusia, 0 berarti keikhlasan, dan 1 sebagai kuasa Tuhan.
Hal ini bermakna dalam kehidupan manusia, manusia memiliki nilai dan kesuksesan masing-masing. Kesuksedan tersebut dapat berupa pangkat ataupun derajat yang melekat pada diri pribadi. Tetapi dalam kaitannya berserah diri kepada Tuhan, maka bagaimanapun dan apapun derajat manusia, jika mau ikhlas dan bersyukur, maka akan dekat dengan Tuhan sang Pencipta.
Demikian tersebut contoh penerapan filsafat dalam pemaknaan kehidupan manusia. Filsafat adalah ilmu terbuka yang berkembang menurut pemikiran masing-masing individu, maka tafsiran tersebut mungkin saja berbeda untuk setiap orangnya. Manusia yang memiliki akal pikiran masing-masing berhak memaknai apapun sesuai dengan keinginannya tanpa harus selalu berpacu pada pemikiran orang lain.
Dalm filsafat pendidikan matematika, guru membuat LKS, siswa mengerjakan LKS. Guru menyusun RPP, dan guru serta siswa melaksanakan pembelajaran yang sesuai. Seluruh fenomena yang terjadi dalam serangkaian proses tersebut juga memiliki makna tersendiri. Pemaknaan terbaik adalah pada saat seseorang menanggapinya dengan jalan yang positif sehingga akan menghasilkan sesuatu yang baik yaitu tetap mengacu pada kemampuan dan kesadaran diri masing-masing,
Dalam proses siswa belajar matematika, keyakinan memiliki matematika dalam pikiran sebagai kekuatan dirinya adalah hal sangat penting. Guru seharusnya mampu mengembangkan semangat dan kecintaan siswa terhadap matematika menggunakan cara yang baik, bukan justru memberikan kesan sulit dan rumit atas matematika. Siswa sebagai individu yang belajar matematika, dan guru sebagai pembimbing dan fasilitator siswa belajar matematika menjadikan masing-masing siswa tersebut adalah ilmuan bagi matematika. Matematika dalam sudut pandang satu siswa berbenda dengan siswa lain, hal inilah yang menjadikan mereka mengeksplorasi matematikanya dengan cara yang berbeda. Mereka yang mengembangkan pikiran matematisnya sendiri, membangun konsep, menelusuri jalan, serta memperkaya matematikanya. Inilah yang disebut siswa adalah matematika itu sendiri.
Hakekat siswa dalam belajar matematika adalah sebagai yang ada, yaitu yang mengada dan pengada. Siswa harus dibimbing dan guru menjauhkan sifat determinisnya agar terhindar dari awal kesombongan dalam berfilsafat. Sifat determinis guru akan sangat membahayakan kemerdekaan berpikir siswa dan mematikan perkembangan karakter siswa masing-masing. Hal ini tentu saja bertentangan dengan tujuan pendidikan karakter yang sedang berlangsung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar